ASAL MULA DESA REJOSARI KALIDAWIR TULUNGAGUNG

Tuesday 29 October 2013
Rejosari adalah nama baru. Dahulu orang menyebutnya desa Bibir. Adapun ceritanya sebagai berikut : Ketika masih belum begitu ramai ada seorang wali yang singgah di sebuah rumah penduduk, karena kebetulan sedang hujan lebat. Kepada penghuni rumah itu berpesan bilamana nanti diadakan pemerintahan desa, tempat ini supaya disebut dengan Bibir. Maka ketika sudah mencapai 60 rumah lalu diadakan pilihan Kepala Desa. Yang terpilih sebagai Kepala Desa pertama ialah Kartonadi. Penduduk desa ingat akan pesanan wali tersebut. Dan menurut keputusan desa itu diberi nama Bibir. Kemudian penduduknya makin lama makin bertambah banyaknya desanya kelihatan maju. Oleh Assisten Wedana diadakan peninjauan dan kemudian diadakan penggantian nama desa. Mengingat bahwa keadaanya sudah ramai atau dalam bahasa daerahnya rejo, maka desa itu dinamakan Rejosari. Desa Rejosari terdiri dari 6 padukuhan ialah : Dukuh : Tumpakgedang. Sebabnya diberi nama Tumpakgedang karena di tempat ini banyak orang datang dari ngare untuk berjualan pisang. Dukuh : Lunggur- duwur. Nama ini diambilkan dari letaknya daerah ialah disebuah lunggur yang tinggi. Dukuh : Kalimenur. Ketika masih bewujud hutan terdapat sebuah sungai yang ditepinya banyak tumbuh bunga menur. Oleh sebab itu lalu dinamakan Kalimenur. Dukuh : Kalilombok. Dinamakan Kalilombok karena setelah pembukaan hutan pertama-tama yang ditanamnya oleh yang babad ialah tanaman lombok. Dukuh : Tumpaknongko. Nama ini dipergunakan sebagai nama padukuhan karena di sini banyak tanamannya pohon nangka.

SEJARAH KABUPATEN NGROWO

Sunday 22 September 2013
1. DARI PANJANG – MATARAM Setelah runtuhnya kerajaan Majapahit, kraton bergeser pindah ke Demak, Panjang dan Mataram. Hanya saja penerus / generasi setelah majapahit ini beragama islam serta mendapat dukungan penuh dari para dewan Walisonggo, namun kondisi di pulau Jawa saat itu kacau balau bahkan diibaratkan pulau Jawa bermandikan darah. Perubahan atas runtuhnya Majapahit itu menjadikan pemerintah tak berpusat, akhirnya praktis tersebar baik dikadipaten-kadipaten bahkan sampai ke Desa –Desa, perang terus menerus terjadi untuk memperebutkan penguasa tunggal, kurang lebih dalam satu abad, jawa di kungkung oleh pemerintah terror yang berpolakan menghalalkan segala cara, sebagaimana nanti terjadi tragedi Mangir Wonoboyo dibunuh di pasewahan agung Kraton Mataram oleh mertuanya sendiri Panembahan Senopati, sampai pada masa akhir Kerajaan Pajang pun daerah Tulungagung masih berada di luar kekuasaan. Sumber-sumber sejarah yang ditulis sekitar 80 tahun kemudian atau + pada tahun 1650 M menyatakan bahwa pajang saat itu meliputi : 1. Daerah Pajang 2. Daerah pesisir utara Jawa 3. Daerah pesisir barat yang meliputi : - Banten - Jayakarta - Cirebon 4. Daerah mancanegara bang wetan Sumber lain mengatakan bahwa kekuasaan Pajang meliputi delapan daerah dan daerah-daerah itu dapat dikatakan merdeka dan terpisah-pisah / mungkin yang dimaksud adalah otonomi. Delapan daerah itu adalah :
a. Banten b. Jayakarta c. Cirebon d. Prawata e. Kalinyamat f. Pajang g. Kedu h. Madura Jadi berdasarkan pemberitaan tersebut teryata daerah Tulungagung dan sekitarnya seperti Blitar, Kediri memang benar-benar berada diluar pusat kekuasaan, maka dapat kita simpulkan bahwa sepanjang periode pemerintahan Pajang, Tulungagung tidak tersentuh tatanan dan pemerintahan pusat manapun, demikian juga pada masa pemerintahan Demak Bintoro. Kemudian pada tahun 1575 M, Mataram mulai bangun setelah daerah itu secara resmi oleh Sultan pajang diserahkan pada Ki Ageng Pemanahan sebagai anugerah dalam mengalahkan Adipati Jipang atau Aryo Panangsang. Pusat Kerajaan Mataram ada di Plered dimana pada tahun 1578 didirikan keraton, dan enam tahun kemudian Ki Ageng Mataram/Ki Ageng Pemanahan meninggal dan diganti oleh panembahan Senopati (1587 - 1601). Panembahan Senopati melakukan pengembaraan dengan mengunjungi kraton Nyai Ratu Kidul, ratu di segara kidul disitu didapatkan fakta kepercayaan dalam kebudayaan kajawen bahwa pulung adalah lambang dari otoritas kharismatis yang senantiasa menjadi dasar kekuasaan bagi seorang raja baru ataupun seorang yang bertindak sebagai ratu adil. Prinsip otoritas inilah menjadi dasar legitimasi bahwa Senopati berhak menjadi raja Mataram, adapun hubungannya dengan Nyai Ratu Kidul dapat ditafsirkan sebagai dwi tunggal daratan dan lautan atau sebagai prinsip kerajaan rangkap, ada prinsip laki-laki dan prinsip perempuan. Menurut babad, Senopati banyak bertapa, konon di Lipuro diterimanya pulung dalam bentuk bintang yang turun kepadanya dan terdengar suara bahwa Senopati dan keturunannya akan menjadi raja-raja di Jawa. Demikianlah perebutan hegemoni antara Pajang dan Mataram, setelah tiga tahun berturut-turut Senopati menolak untuk pergi ke kraton Pajang, akhirnya Sultan Pajang memutuskan untuk menundukkan Senopati. Pertempuran terjadi di Prambanan, Sultan Pajang terpaksa melarikan diri ke Tembayat dan pasukannya cerai berai dikejar oleh tentara mataram dan menurut babad, Sultan Pajang kemudian meninggal dunia karena diserang oleh roh halus Ki Juru Taman. Sejak dari awal hubungan antara Mataram dengan Pajang sudah bersifat antagonistis, dalam perkataan lain Mataram memang tidak terlalu peduli dan menghiraukan otoritas Pajang walaupun asal-usul dan cikal bakalnya adalah dari Pajang.

FOSIL WAJAKENSIS

Menurut para peneliti sejarah dari propingsi Jawa Timur pada tahun 2003 mengatakan Tulungagung layak mendapat sebutan “Kota Prasejarah”, karena dalam sejarah internasional fosil wajakesis atau manusia purba juga menjadi kajian arkeologi bagi bangsa-bangsa di dunia terutama terkait dengan penelitian manusia purba wajakensis. Temuan Homo Wajakensis di pantai selatan dekat Campurdarat pada tahun 1889 mendorong Eugene Dubois seorang dokter yang tertarik terhadap masalah teori evolusi dan antropologi serta sebagai kolektor sisa-sisa tengkorak Homo wajakensis di Leiden Belanda, sejak saat itu mulai mengarahkan kegiatan penelitiannya ke pulau jawa. Homo Wajakensis kemudian melakukan perjalanan hingga sampai ke benua Australia. Tengkorak Kwiler sebagai nenek moyang suku Aborogin penduduk asli Australia, yang bertempat tinggal di dekat Melbourne – Australia memiliki banyak persamaan dengan tengkorak Homo Wajakensis. Apabila pengembangan manusia wajak sampai Australia adalah benar dipastikan bahwa pelayaran itu melalui jalur sungai Brantas, setelah sampai di muara kali Mas / Surabaya kemudian menyeberangi Selat Madura. Ada kemungkinan mereka bermukim sementara di pulau Madura, Nusa tenggara Barat maupun Nusa Tenggara Timur. Terbukti di tempat-tempat tersebut banyak ditemukan benda-benda prasejarah sehingga ada saling berhubungan antara situs yang satu dengan situs yang lain. Bukti lain bahwa situs Tulungagung menggunakan jalur sungai sebagai sarana transportasi untuk menuju pesisir, selain menggunakan sungai Brantas juga menggunakan bengawan Solo. Di muara bengawan Solo tepatnya di situs Gresik terdapat “dapur” benda-benda prasejarah seperti moko. Ternyata persebarannya moko juga sampai pulau Alor. Boleh jadi baik sungai Brantas maupun bengawan Solo merupakan jalur utama pengembangan prasejarah Jawa Timur menuju kawasan Indonesia Timur kemudian sampai di benua Australia. Sejak zaman prasejarah kedua sungai itu merupakan sarana utama transportasi dari pedalaman ke pesisir dan ini telah dibuktikan oleh manusia Wajak.

Dinasti Giri Kedaton dan Silsilah Presiden Indonesia : Sukarno, Suharto, BJ.Habibie, Gusdur, Megawati serta Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

Berdasarkan penyelusuran Genealogy, ditemukan fakta yang menarik, yakni kesemua Salasilah Presiden RI ternyata memiliki keterkaitan keluarga dengan Trah Sunan Giri (Dinasti Giri Kedaton). Mari kita perhatikan Susur Galur berikut : 1. Sunan Giri 1.1. Sunan Dalem Wetan / Zainal Abidin 1.1.1. Sunan Sedo Ing Margi / Pangeran Wiro Kesumo Cirebon 1.1.1.1. Sunan Prapen (Maulana Muhammad) 1.1.1.1.1. Sunan Kawis Guwo 1.1.1.1.1.1. Panembahan Giri 1.1.1.1.1.1.1. Nyai Anom Besari # Kyai Anom Besari 1.1.1.1.1.1.1.1. Ki Ageng Muhammad Besari 1.1.1.1.1.1.1.1.1. Nyai Ageng Basyariyah # Ki Ageng Basyariah / Raden Mas Bagus Harun 1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Nyai Muhammad Santri # Kyai Muhammad Santri 1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Kyai Ma’lum Buntoro 1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Kyai Mustaram 1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Nyai Ilyas 1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Nyai Nafiqah # KH. Hasyim Asy’ari 1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. KH. Abdul Wahid Hasyim 1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur) 1.1.2. Ki Ageng Saba 1.1.2.1. Nyai Sabinah # Ki Ageng Pemanahan 1.1.2.1.1. Panembahan Senapati 1.1.2.1.1.1. Panembahan Hanyakrawati 1.1.2.1.1.1.1. Sultan Agung 1.1.2.1.1.1.1.1. Sultan Amangkurat I 1.1.2.1.1.1.1.1.1. Sunan Pakubuwono I 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Amangkurat IV 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono I (Kraton Jogja) 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono II 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono III 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.2. KGPAA Paku Alam I (Kraton Paku Alaman) 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.2. Pangeran Hario Mangkunegoro 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.2.1. KGPAA Mangkunegara I (Keraton Mangkunegara) 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.3. Sunan Pakuwono II (Keraton Surakarta) 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.3.1. Sunan Pakubuwono III (Sumber : Sunan Giri, Pendidik yang Ahli Fiqih) Trah Sunan Giri dan Silsilah Presiden Melalui penyelusuran lebih mendalam, diperoleh informasi yang mengagetkan, bahwa ke-6 Presiden Republik Indonesia, ternyata berasal dari anak keturunan Sunan Giri, sebagaimana terlihat pada keterangan berikut : 1. Soekarno, adalah putera dari Raden Soekemi Sosrodiharjo. Raden Soekemi, berdasarkan buku “Ayah Bunda Ir Sukarno”, merupakan keturunan Sultan Hamengkubuwono II (1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.1) 2. Suharto, isterinya bernama Siti Hartinah yang merupakan keturunan dari KGPAA Mangkunegara I(1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.2.1). Selain itu, berdasarkan buku “Jejak Perlawanan Bengawan Pejuang”, Sumitro Djojohadikusumomenulis, bahwa Soeharto pernah mengatakan memiliki kekerabatan dengan keluarga Keraton, yang diduga merupakan keturunan dari Sultan Hamengkubuwono II (1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.1). 3. BJ. Habibie, Ibunya bernama R.A. Tuti Marini Puspowardojo binti Rr. Goemoek binti Raden Ngabehi Tjitrowardoyo, berasal dari keluarga Priyayi di Purworejo, yang diduga kuat merupakan keturunan dari pendiri kerajaan Mataram Islam,Panembahan Senapati (1.1.2.1.1) 4. Abdurrahman Wahid (GUSDUR), terhitung sebagai keturunan ke-8 dari Ki Ageng Muhammad Besari (1.1.1.1.1.1.1.1.) 5. Megawati Sukarnoputri, puteri Presiden Pertama Sukarno, merupakan keturunan Sultan Hamengkubuwono II(1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.1) 6. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), putera dari Raden Soekotjo, beliau adalah keturunan dari Nyai Ageng Ibnu Umar bintiKi Ageng Muhammad Besari (1.1.1.1.1.1.1.1.) Giri Kedaton, Khilafah di bumi Nusantara Giri Kedaton lebih mirip sebuah “Kerajaan”, yang di dalam kehidupan kesehariannya diatur dengan menggunakan hukum Syariah Islam. Berada di daerah Gresik, Jawa Timur pada sekitar abad ke-15 sampai 17. Kerajaan ini pernah berjaya sebagai Pusat Khilafah Islam, yang pengaruhnya bahkan sampai menyebar ke daerah Maluku. Pesantren Giri Kedaton didirikan oleh Raden Paku (Sunan Giri), pada sekitar tahun 1487. Murid-murid Giri Kedatonberdatangan dari segala penjuru, bahkan dari Ternate, mereka berasal dari berbagai kalangan tidak hanya kalangan rakyat kecil, namun juga para pangeran dan bangsawan. Giri Kedaton mengalami puncak kejayaan di bawah kepemimpinan Sunan Prapen tahun 1548-1605, saat itu Giri tidak hanya sekadar sekolah, namun juga menjadi “kerajaan” yang memiliki kekuatan pemerintahan. Misalnya, Sunan Prapen dikisahkan menjadi pelantik Sultan Adiwijaya raja Pajang. Ia juga menjadi mediator pertemuan antaraSultan Adiwijaya dengan para bupati Jawa Timur tahun 1568. Dalam pertemuan itu, para bupati Jawa Timur sepakat mengakui kekuasaan Pajang sebagai kelanjutan Kesultanan Demak. Sunan Prapen juga menjadi juru damai peperangan antaraPanembahan Senopati (Mataram) dengan Jayalengkara (Bupati Surabaya tahun 1588). Tidak hanya itu, Sunan Prapen hampir selalu menjadi pelantik setiap ada raja Islam yang naik takhta di segenap penjuruNusantara (Sumber : wikipedia.org). Kehadiran Giri Kedaton, memberikan teladan bagi kita, bahwa penerapan syariah bukan hal yang baru di Nusantara, dan ternyata bisa bertahan selama 200 tahun. Adanya suara-suara yang menginginkan kembali diberlakukannya Syariah Islam, sesungguhnya sesuatu yang sangat wajar. Hal tersebut setidaknya disebabkan 2 faktor, yaitu Faktor Historis (merupakan kelanjutan dari Mudzakarah Ulama se-rumpun Melayu tahun 1650, Kunjungi : mengapa NEDERLAND disebut BELANDA?), dan juga disebabkan faktor rapuhnya sistem politik yang ada sekarang, seperti Kapitalis dan Komunis

Cerita Desa Segawe.

Sunday 17 March 2013
Desa Segawe adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Pagerwojo Kab. Tulungagung. Desa tersebut dinamakan Desa Segawe karena pada zaman dahulu di sekitar desa tersebut banyak sekali tumbuhan yang dinamakan pohon Segawe. Pohon Segawe adalah sebuah tanaman yang bisa tumbuh subur besar dan tingginya mencapai 20 sampai 30 meter. Bentuk daunnya bulat kecil dan kayunya keras serta buahnya bentuknya bulat dan berwarna merah. Namun demikian pada saat ini pohon segawe sudah jarang ditemukan dan tinggal beberapa pohon saja. Karena begitu banyaknya pohon segawe yang tumbuh disekitar daerah tersebut, maka pada zaman dahulu oleh kakek nenek moyang kita dinamakan Desa Segawe seperti pada saat sekarang ini.

Asal Usul Dusun Doropayung, Desa Doroampel

Dusun Doropayung, Desa Doroampel, Kec. Sumbergempol, Kab. Tulungagung adalah menurut cerita penduduk zaman dahulu ada sebuah tempat yang dikeramatkan penduduk. Tempat itu disebut dengan dayangan. Dayangan itu adalah kuburan dari seorang yang sangat tua bernama Mbah Mardiem. Mbah Mardiem adalah seseorang yang sangat dihormati dan disegani oleh masyarakat. Jadi kuburan Mbah Mardiem itu diatasnya diberi payung oleh penduduk setempat waktu itu. Beberapa hari kemudian setelah Mbah Mardiem dimakamkan. Di bawah payung yang ada di kuburan Mbah Mardiem tumbuh sebuah pohon yang bernama pohon Doro. Penduduk setempat tidak tahu kenapa tiba-tiba ada pohon Doro. Jadi nama dusun DOROPAYUNG diambil dari sebuah cerita. Doro yang berasal dari pohon yang tumbuh dibawah payung. Dan payung diambil dari payung yang berada di kuburan itu.

ASAL USUL DESA “WAUNG”

Dahulu di desa ini dilanda banjir. Banjir yang meresahkan penduduk tersebut. Sehingga waktu banjir itu berlangsung, penduduk menggunakan alat transformasi sederhana berupa perahu, yang setiap hari dipakai para penduduk untuk mencari nafkah. Selama banjir itu berlangsung, para penduduk sangat sulit mencari makan. Dulu pun para penduduk tidak makan dengan menggunakan nasi, tetapi hanya menggunakan umbi akar (ganyong). Hingga suatu hari persediaan makanan salah satu penduduk tersebut habis dan saat penduduk mencari bahan makanan. Penduduk tersebut menemukan daun yang bisa dimakan. Sekali memetik daun itu, setiap hari penduduk terus berbondong-bondong ingin memetik daun tersebut. Akhirnya karena desa itu belum mempunyai nama untuk daerahnya. Akhirnya para penduduk menggunakan nama daun tersebut untuk dijadikan sebagai nama desa. Akhirnya penduduk desa tersebut setuju menamakan desanya dengan nama Desa Waung.

CERITA DESA/DUSUN : Ds. BABADAN KARANGREJO.

Pada jaman dahulu Desa Babadan adalah desa yang terbagi menjadi dua yaitu desa Babadan Utara dan Babadan Selatan yang dimana dipisahkan oleh persawah. CERITA DESA BABADAN MENURUT NENEK MOYANG DULU: Ketika desa ini mau dibitempati masih dalam keadaan pemukuman penduduk yang sedikit. Akhirnya para penduduk ingin membuka desa yang penuh dengan pohon besar dengan cara bergotong – royong yaitu dengan cara memotong pohon-pohon yang ada disekitar lingkungan yang masih terlihat seperti hutan atau alas. Dan akhirnya para penduduk desapun memotong pohon-pohon yang besar dan menjadilah desa BABADAN yang dimana desa ini terbagi menjadi dua bagian dan dipertengahan desa ini ada persawahan yang digunakan untuk bercocok tanam dan menanam tumbuhan sebagai makanan sehari-hari seperti padi,jagung,ketela,tebu dll. Sehubungan dengan itu akhirnya desa BABADAN pun telah menjadi desa yang makmur. Akhirnya para wargapun menamakan desa ini sebagai desa BABADAN karena desa ini terbentuk karena memotong pohon-pohon yang lebat bagaikan hutan atu alas. Nama BABADAN sendiri diambil dari nama memotomng pohon secara bhs.jawa yaitu BABAT. Dan akhirnya terbentuklah desa BABADAN yang dimana dipertengan desa ada persawahan dan desa ini terbagi menjadi dua yaitu desa BABADAN UTARA dan BABADAN SELATAN.

Cerita sejarah Dusun Semambungan, Desa Panggungrejo, Kec. Kauman

Pada zaman dahulu kala ada seorang adipati yang bernama Adipati Kalang. Suatu hari, Adipati Kalang dibunuh oleh seorang Patih yang bernama Patih Gajah Mada. Kemudian, mayat Adipati Kalang dibuang di sebuah sungai yaitu kali Song hingga bau mayat Adipati Kalang tercium di suatu daerah dan daerah itu k inidiberinamaSemambungan.

Sejarah dan Asal – usul Desa Pelem Kec. Campurdarat

Monday 28 January 2013
Pelem Campurdarat Tulungagung Dahulu kala sebelum desa Pelem terbentuk pemerintahan desa, hanya merupakan suatu wilayah babatan. Dan yang membuka wilayah babatan tersebut adalah tiga orang dari kerajaan Mataran, yaitu : 1. Eyang Ibrahim, membuka wilayah bagian timur. 2. Eyang Tambakreso, membuka wilayah tengah 3. Eyang diposentono, membuka wilayah Barat. Setelah ketiga orang tersebut berhasil membuka wilayah babatan, maka lambat laung dibentuklah system pemerintahan. Namun Eyang Tambakreso yang ada diwilayah tengah tidak memikirkan masalah duniawi, maka wilayahnya digabungkan ( diserahkan ) kepada Eyang Diposentono yang ada di wilayah barat. Akhirnya terdapat wilayah pedukuhan yaitu Suberjo, Pelem, dan Tambak dengan pusat pemerintahan di Dukuh Pelem. Sedangkan wilayah timur yang dipegang oleh Eyang Ibrahim dengan wilayah pedukuhan yaitu, Jambu, Bangak, Jinggring dan Golong dengan pusat pemerintahan di Dukuh Jambu. Akhirnya kedua wilayah tersebut terbentuklah suatu pemerintahan desa yaitu : 1. Desa Pelem 2. Desa Bangak Sepeninggalan Eyang Diposentono Desa Pelem dipegang oleh Eyang Dipojono. Sedangkan sepeninggalan Eyang Ibrahim Desa Bangak dipegang oleh eyang Singodimedjo. Dan sepeningalan Eyang Dipojono Desa Pelem dipegang oleh Eyang Kucir. Sedangkan Desa Bangak seninggal eyang Singodimedjo dipegang oleh Eyang Sutomedjo. Dengan adanya anjuran dari pemerintah Belanda ( karena Indonesia masih dijajah Belanda ) untuk penggabungan beberapa desa menjadi satu desa. Dan salah satunya adalah Desa pelem dan Desa Bangak. Maka kemudian diadakanlah pemilihan dua pemegang kekuasaan wilayah desa tersebut yaitu Eyang Sutomedjo dan Eyang Kucir. Di dalam pemilihan pertama kalinya diadakan pemilihan yang unggul adalah Eyang sutomedjo, selanjutnya digabunglah dua desa tersebut menjadi satu. Setelah dua wilayah tersebut menjadi satu desa yaitu Desa Pelem, namun ada pengurangan dua wilayah pedukuhan yang ada dipegunungan yaitu dukuh Golong dan dukuh Jinggring yang selanjutnya digabungkan dengan Desa Pakisrejo. Akhirnya desa Pelem menjadi lima pedukuhan yaitu Dukuh Sumberjo, Dukuh Pelem, Dukuh Tambak, Dukuh Jambu, dan Dukuh Bangak hingga sekarang.

ASAL USUL DESA JABON Kec. Ngunut Tulungagung

Asal- usul desa Jabon di mulai dari prajurit Kerajaan Islam Mataram yang melarikan diri karena terjadi pemberontakan antara Trunojoyo 1674-1679, untung Suropati 1683-1706 pemberontakan Cina pada tahun 1704-1748 dan akhirnya kerajaan Mataram runtuh pada tahun 1813 dan akhirnya satu demi satu prajurit Mataram melarikan diri dari Kerajaan Mataram salah satunya Mbah Dhipo yang melarikan diri ke hutan dan membabat (menabang) hutan tersebut menjadi pekarangan di hutan tersebut terdapat banyak pohon JABON. Kejadian pembuatan perkarangan tersebut pada tahun 1818 hingga sekarang. Hingga sekarang pohon JABON tersebut masih kita temukan walaupun tidak sebanyak dahulu.

Cuplikan Sejarah Wajak Lor

Pertama : 1. Surontani / Aryo Kesumo 2. Demang Surodongso 3. Juru Taman Ketiga orang dan kawan-kawannya berasal dari Mataram / Punggowo Panembahan Senopati. Surontani dan kawan-kawan minta izin kepada Gusti kanjeng Sinuwun Senopati di Mataram mohon diberi bumi kamerdikan. Gusti Kanjeng Sinuwun Senopati mengizinkan supaya Surontani dan kawan-kawannya pergi ke arah timur disuruh babat alas Wetan. Berangkatnya dari Mataram di daerah Trenggalek, yang dinamakan gunung Bubuk. Disitu dibegal orang-orang dari Ponorogo, yang bernama : 1. Mendunggelo. 2. Sabuk Alu. 3. Moyoketen. Begal tiga orang akhirnya perang. Didalam peperangan itu begalnya kalah, dan terus diajak pergi ke alas bang Wetan, yang tujuannya diajak babat alas, atas perintah dari Kanjeng Sinuwun Senopati Mataram. Kedatangan Surontani dan rombongannya disitu terus bekerja babat alas, sesudah selesai dinamakan : KETMENGGUNGAN WAJAK. Tumenggung Surontani Ke 1 / Aryo Kesumo mempunyai anak tiga, yang bernama : 1. Roro Kaum. 2. Citro Condo. 3. Citro Nolo. Ketiga anak dari Tumenggung Surontani ke 1 sampai sekarang belum dikenal nama isterinya. Roro Kaum kawin dengan orang bernama Nilo Suwarno, anak dari Aryo Blitar, yang bertempat di Desa Aryo Jeding, Kecamatan Rejotangan. Roro Kaum mempunyai satu anak yang bernama Roro Pilang. Atas perjuangan Nilo Suwarno kepada mertuanya, ketika Surontani di penjara di Mataram, kesalahan kepada Gusti Kanjeng Sinuwun Senopati. Seketika itu tiba-tiba ada kerbau edan di Keraton Mataram. Panembahan Senopati berkata kepada Surontani, kalau Surontani dapat memegang kerbau edan yang berada di mataram atau dapat membunuh, maka akan saya keluarkan dari penjara. Surontani matak aji pameling kepada menantunya, Nilo Suwarno. Akhirnya Nilo Suwarno datang, seketika Nilo Suwarno datang dan dapat membunuh kerbau edan yang mengamuk di Mataram. Surontani bisa keluar dari penjara atas perjuangan menantunya. Nilo Suwarno seketika disuruh mengganti kedudukan mertuanya menjadi Adipati yang bernama R. Nilo Suwarno, bergelar Pangeran Kerto Kesuma yang kemudian disebut Surontani ke II, akibat pergantian anak mantu maka anak Surontani yang laki-laki bernama Citro Gondo dan Citro Nolo menyesal hatinya, karena menantunya diangkat menjadi adipati. Kedua-duanya pergi tanpa izin kepada orang tuanya. Akhirnya Citro Bondo pergi ke arah selatan dan disebut Desa Wajak / Gamping, Citro Nolo pergi ke arah Timur disebut Desa Wajak / Malang. Peresmian Adipati Nilo Suwarno / Surontani ke II yang gelarnya Pangeran Kerto Kesumo, mendatangkan Gusti Kanjeng Sinuwun Senopati Mataram. Pesta besar-besaran mengadakan kesenian Tajub dan Tiban. Sampai sekarang setiap tahun atau bulan Suro diadakan kesenian Tiban. Panembahan Senopati ketika menghadiri / meresmikan Adipati Baru, disitu Panembahan Senopati jatuh cinta kepada Roro Pilang. Percintaan Panembahan Senopati dan Roro Pilang, akhirnya Roro Pilang hamil. Kehamilan Roro Pilang akhirnya diketahui oleh orang tuanya yaitu Adipati Surontani. Roro Pilang ditanya siapa yang telah menghamilinya. Roro pilang menjawab pertanyaan orang tuanya dan mengaku bahwa Panembahan Senopatilah yang telah menghamili dirinya. Adipati Suraontani marah-marah dengan memerintahkan kepda prajuritnya dikerahkan ke Mataram, sampai kejadian perangnya antara Wajak dan mataram. Roro Pilang disuruh menuntut kepada Panembahan Senopati. Karena dimarahi oleh orang tuanya kemudian Roro Pilang lari dan pergi meninggalkan Katemenggungan Wajak. Larinya Roro Pilang, tiba-tiba bertemu dengan dua orang begal yang bernama Suro Srntono dan adiknya.Roro Pilang yang sudah hamil 9 bulan diperkosa atau diminta barang-barang yang dipakainya. Roro Pilang menangis dan merengek-rengek. Akhirnya di tempat tersebut akhirnya Roro Pilang melahirkan. Tiba-tiba ada ular yang sangat besar datang didekat Roro Pilang, dua orang begal tersebut seketika terkejut akan hadirnya ular besar tersebut. Dan kemudian dua orang begal tersebut mati dibunuh oleh ular besar. Begal yang bernama Suro Sentono mati, sampai sekarang dinamakan Dukuh Setono Bendo yang bertempat di desa Beji.Setelah ular yang sangat besar tersebut membunuh begal itu, kemudian anak Roro Pilang dimakan oleh ular tersebut. Roro Pilang menangis sejadi-jadinya bagaimana supaya anaknya dikembalikan. Ular besar tersebut berkata kepada Roro Pilang supaya jangan takut, karena akan Roro Pilang dijadikan pusaka dan kemudian memperlihatkan sebuah bukti agar Roro Pilang percaya yakni Tombak Kyai Upas. Yang besuk sampai turun temurun merupakan pusaka daerah. Pusaka Tombak Kyai Upas sampai sekrang masih tersimpan di Pendopo Kabupaten Tulungagung. Sedangkan di Desa Wajak sendiri ada jimat untuk menolong bagi siapa yang terkena gigitan binatang yang memounyai upas/bisa/racun yang dinamakan Batu Soleman, sampai sekrang batu tersebut tetap berada di penduduk Desa Wajak Lor. Karena situasi dan kondisi alam yang selalu banjir dan perubahan Katemenggungan manjadi Kadipaten, kemudian dipindah ke Cuwiri Kalangbret.

JASA – JASA KYAI ABU MANSUR TERHADAP KADIPATEN NGROWO

Sunday 27 January 2013
1. Telah berdakwah di Kadipaten Ngrowo khusunya Tawangsari, Majan, Winong. Kedesa tersebut sejak dahulu hingga sekarang dikenal sebagai daerah santri, peninggalan beliau berupa masjid Tawangsari, Winong, Majan. Sebenarnya di Tawangsari dahulu ada Pondok Pesantren yang diasuh oleh Kyai Abu Mansur, tetapi keberadaannya tidak ada yang melanjutkan dan sekarang tidak adalagi. 2. Beliau melatih ilmu kanuragan kepada masyarakat Tawangsari. Di tahun 60-an desa tersebut terkenal pencaksilatnya. 3. Didalam buku“BABAT SEJARAH TULUNGAGUNG”, ketika Kadipaten Ngrowo hendak membangun alon-alon beliau ikutan didalam pembangunan tersebut, dahulu tempat itu berupa rawa-rawa, dan air sulit di bending atas jasa Kyai Abu Mansur air dapat dihentikan dan menjadi alon-alon sekarang. 4. Berhasil menanamkan jiwa nasional, pada ketiga desa tersebut. Rasa nasionalisme dilandasi oleh semangat ajaran islam.
Powered by Blogger.