ASAL MULA DESA REJOSARI KALIDAWIR TULUNGAGUNG

Tuesday 29 October 2013
Rejosari adalah nama baru. Dahulu orang menyebutnya desa Bibir. Adapun ceritanya sebagai berikut : Ketika masih belum begitu ramai ada seorang wali yang singgah di sebuah rumah penduduk, karena kebetulan sedang hujan lebat. Kepada penghuni rumah itu berpesan bilamana nanti diadakan pemerintahan desa, tempat ini supaya disebut dengan Bibir. Maka ketika sudah mencapai 60 rumah lalu diadakan pilihan Kepala Desa. Yang terpilih sebagai Kepala Desa pertama ialah Kartonadi. Penduduk desa ingat akan pesanan wali tersebut. Dan menurut keputusan desa itu diberi nama Bibir. Kemudian penduduknya makin lama makin bertambah banyaknya desanya kelihatan maju. Oleh Assisten Wedana diadakan peninjauan dan kemudian diadakan penggantian nama desa. Mengingat bahwa keadaanya sudah ramai atau dalam bahasa daerahnya rejo, maka desa itu dinamakan Rejosari. Desa Rejosari terdiri dari 6 padukuhan ialah : Dukuh : Tumpakgedang. Sebabnya diberi nama Tumpakgedang karena di tempat ini banyak orang datang dari ngare untuk berjualan pisang. Dukuh : Lunggur- duwur. Nama ini diambilkan dari letaknya daerah ialah disebuah lunggur yang tinggi. Dukuh : Kalimenur. Ketika masih bewujud hutan terdapat sebuah sungai yang ditepinya banyak tumbuh bunga menur. Oleh sebab itu lalu dinamakan Kalimenur. Dukuh : Kalilombok. Dinamakan Kalilombok karena setelah pembukaan hutan pertama-tama yang ditanamnya oleh yang babad ialah tanaman lombok. Dukuh : Tumpaknongko. Nama ini dipergunakan sebagai nama padukuhan karena di sini banyak tanamannya pohon nangka.

SEJARAH KABUPATEN NGROWO

Sunday 22 September 2013
1. DARI PANJANG – MATARAM Setelah runtuhnya kerajaan Majapahit, kraton bergeser pindah ke Demak, Panjang dan Mataram. Hanya saja penerus / generasi setelah majapahit ini beragama islam serta mendapat dukungan penuh dari para dewan Walisonggo, namun kondisi di pulau Jawa saat itu kacau balau bahkan diibaratkan pulau Jawa bermandikan darah. Perubahan atas runtuhnya Majapahit itu menjadikan pemerintah tak berpusat, akhirnya praktis tersebar baik dikadipaten-kadipaten bahkan sampai ke Desa –Desa, perang terus menerus terjadi untuk memperebutkan penguasa tunggal, kurang lebih dalam satu abad, jawa di kungkung oleh pemerintah terror yang berpolakan menghalalkan segala cara, sebagaimana nanti terjadi tragedi Mangir Wonoboyo dibunuh di pasewahan agung Kraton Mataram oleh mertuanya sendiri Panembahan Senopati, sampai pada masa akhir Kerajaan Pajang pun daerah Tulungagung masih berada di luar kekuasaan. Sumber-sumber sejarah yang ditulis sekitar 80 tahun kemudian atau + pada tahun 1650 M menyatakan bahwa pajang saat itu meliputi : 1. Daerah Pajang 2. Daerah pesisir utara Jawa 3. Daerah pesisir barat yang meliputi : - Banten - Jayakarta - Cirebon 4. Daerah mancanegara bang wetan Sumber lain mengatakan bahwa kekuasaan Pajang meliputi delapan daerah dan daerah-daerah itu dapat dikatakan merdeka dan terpisah-pisah / mungkin yang dimaksud adalah otonomi. Delapan daerah itu adalah :
a. Banten b. Jayakarta c. Cirebon d. Prawata e. Kalinyamat f. Pajang g. Kedu h. Madura Jadi berdasarkan pemberitaan tersebut teryata daerah Tulungagung dan sekitarnya seperti Blitar, Kediri memang benar-benar berada diluar pusat kekuasaan, maka dapat kita simpulkan bahwa sepanjang periode pemerintahan Pajang, Tulungagung tidak tersentuh tatanan dan pemerintahan pusat manapun, demikian juga pada masa pemerintahan Demak Bintoro. Kemudian pada tahun 1575 M, Mataram mulai bangun setelah daerah itu secara resmi oleh Sultan pajang diserahkan pada Ki Ageng Pemanahan sebagai anugerah dalam mengalahkan Adipati Jipang atau Aryo Panangsang. Pusat Kerajaan Mataram ada di Plered dimana pada tahun 1578 didirikan keraton, dan enam tahun kemudian Ki Ageng Mataram/Ki Ageng Pemanahan meninggal dan diganti oleh panembahan Senopati (1587 - 1601). Panembahan Senopati melakukan pengembaraan dengan mengunjungi kraton Nyai Ratu Kidul, ratu di segara kidul disitu didapatkan fakta kepercayaan dalam kebudayaan kajawen bahwa pulung adalah lambang dari otoritas kharismatis yang senantiasa menjadi dasar kekuasaan bagi seorang raja baru ataupun seorang yang bertindak sebagai ratu adil. Prinsip otoritas inilah menjadi dasar legitimasi bahwa Senopati berhak menjadi raja Mataram, adapun hubungannya dengan Nyai Ratu Kidul dapat ditafsirkan sebagai dwi tunggal daratan dan lautan atau sebagai prinsip kerajaan rangkap, ada prinsip laki-laki dan prinsip perempuan. Menurut babad, Senopati banyak bertapa, konon di Lipuro diterimanya pulung dalam bentuk bintang yang turun kepadanya dan terdengar suara bahwa Senopati dan keturunannya akan menjadi raja-raja di Jawa. Demikianlah perebutan hegemoni antara Pajang dan Mataram, setelah tiga tahun berturut-turut Senopati menolak untuk pergi ke kraton Pajang, akhirnya Sultan Pajang memutuskan untuk menundukkan Senopati. Pertempuran terjadi di Prambanan, Sultan Pajang terpaksa melarikan diri ke Tembayat dan pasukannya cerai berai dikejar oleh tentara mataram dan menurut babad, Sultan Pajang kemudian meninggal dunia karena diserang oleh roh halus Ki Juru Taman. Sejak dari awal hubungan antara Mataram dengan Pajang sudah bersifat antagonistis, dalam perkataan lain Mataram memang tidak terlalu peduli dan menghiraukan otoritas Pajang walaupun asal-usul dan cikal bakalnya adalah dari Pajang.

FOSIL WAJAKENSIS

Menurut para peneliti sejarah dari propingsi Jawa Timur pada tahun 2003 mengatakan Tulungagung layak mendapat sebutan “Kota Prasejarah”, karena dalam sejarah internasional fosil wajakesis atau manusia purba juga menjadi kajian arkeologi bagi bangsa-bangsa di dunia terutama terkait dengan penelitian manusia purba wajakensis. Temuan Homo Wajakensis di pantai selatan dekat Campurdarat pada tahun 1889 mendorong Eugene Dubois seorang dokter yang tertarik terhadap masalah teori evolusi dan antropologi serta sebagai kolektor sisa-sisa tengkorak Homo wajakensis di Leiden Belanda, sejak saat itu mulai mengarahkan kegiatan penelitiannya ke pulau jawa. Homo Wajakensis kemudian melakukan perjalanan hingga sampai ke benua Australia. Tengkorak Kwiler sebagai nenek moyang suku Aborogin penduduk asli Australia, yang bertempat tinggal di dekat Melbourne – Australia memiliki banyak persamaan dengan tengkorak Homo Wajakensis. Apabila pengembangan manusia wajak sampai Australia adalah benar dipastikan bahwa pelayaran itu melalui jalur sungai Brantas, setelah sampai di muara kali Mas / Surabaya kemudian menyeberangi Selat Madura. Ada kemungkinan mereka bermukim sementara di pulau Madura, Nusa tenggara Barat maupun Nusa Tenggara Timur. Terbukti di tempat-tempat tersebut banyak ditemukan benda-benda prasejarah sehingga ada saling berhubungan antara situs yang satu dengan situs yang lain. Bukti lain bahwa situs Tulungagung menggunakan jalur sungai sebagai sarana transportasi untuk menuju pesisir, selain menggunakan sungai Brantas juga menggunakan bengawan Solo. Di muara bengawan Solo tepatnya di situs Gresik terdapat “dapur” benda-benda prasejarah seperti moko. Ternyata persebarannya moko juga sampai pulau Alor. Boleh jadi baik sungai Brantas maupun bengawan Solo merupakan jalur utama pengembangan prasejarah Jawa Timur menuju kawasan Indonesia Timur kemudian sampai di benua Australia. Sejak zaman prasejarah kedua sungai itu merupakan sarana utama transportasi dari pedalaman ke pesisir dan ini telah dibuktikan oleh manusia Wajak.

Dinasti Giri Kedaton dan Silsilah Presiden Indonesia : Sukarno, Suharto, BJ.Habibie, Gusdur, Megawati serta Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

Berdasarkan penyelusuran Genealogy, ditemukan fakta yang menarik, yakni kesemua Salasilah Presiden RI ternyata memiliki keterkaitan keluarga dengan Trah Sunan Giri (Dinasti Giri Kedaton). Mari kita perhatikan Susur Galur berikut : 1. Sunan Giri 1.1. Sunan Dalem Wetan / Zainal Abidin 1.1.1. Sunan Sedo Ing Margi / Pangeran Wiro Kesumo Cirebon 1.1.1.1. Sunan Prapen (Maulana Muhammad) 1.1.1.1.1. Sunan Kawis Guwo 1.1.1.1.1.1. Panembahan Giri 1.1.1.1.1.1.1. Nyai Anom Besari # Kyai Anom Besari 1.1.1.1.1.1.1.1. Ki Ageng Muhammad Besari 1.1.1.1.1.1.1.1.1. Nyai Ageng Basyariyah # Ki Ageng Basyariah / Raden Mas Bagus Harun 1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Nyai Muhammad Santri # Kyai Muhammad Santri 1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Kyai Ma’lum Buntoro 1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Kyai Mustaram 1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Nyai Ilyas 1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Nyai Nafiqah # KH. Hasyim Asy’ari 1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. KH. Abdul Wahid Hasyim 1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur) 1.1.2. Ki Ageng Saba 1.1.2.1. Nyai Sabinah # Ki Ageng Pemanahan 1.1.2.1.1. Panembahan Senapati 1.1.2.1.1.1. Panembahan Hanyakrawati 1.1.2.1.1.1.1. Sultan Agung 1.1.2.1.1.1.1.1. Sultan Amangkurat I 1.1.2.1.1.1.1.1.1. Sunan Pakubuwono I 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Amangkurat IV 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono I (Kraton Jogja) 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono II 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono III 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.2. KGPAA Paku Alam I (Kraton Paku Alaman) 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.2. Pangeran Hario Mangkunegoro 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.2.1. KGPAA Mangkunegara I (Keraton Mangkunegara) 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.3. Sunan Pakuwono II (Keraton Surakarta) 1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.3.1. Sunan Pakubuwono III (Sumber : Sunan Giri, Pendidik yang Ahli Fiqih) Trah Sunan Giri dan Silsilah Presiden Melalui penyelusuran lebih mendalam, diperoleh informasi yang mengagetkan, bahwa ke-6 Presiden Republik Indonesia, ternyata berasal dari anak keturunan Sunan Giri, sebagaimana terlihat pada keterangan berikut : 1. Soekarno, adalah putera dari Raden Soekemi Sosrodiharjo. Raden Soekemi, berdasarkan buku “Ayah Bunda Ir Sukarno”, merupakan keturunan Sultan Hamengkubuwono II (1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.1) 2. Suharto, isterinya bernama Siti Hartinah yang merupakan keturunan dari KGPAA Mangkunegara I(1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.2.1). Selain itu, berdasarkan buku “Jejak Perlawanan Bengawan Pejuang”, Sumitro Djojohadikusumomenulis, bahwa Soeharto pernah mengatakan memiliki kekerabatan dengan keluarga Keraton, yang diduga merupakan keturunan dari Sultan Hamengkubuwono II (1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.1). 3. BJ. Habibie, Ibunya bernama R.A. Tuti Marini Puspowardojo binti Rr. Goemoek binti Raden Ngabehi Tjitrowardoyo, berasal dari keluarga Priyayi di Purworejo, yang diduga kuat merupakan keturunan dari pendiri kerajaan Mataram Islam,Panembahan Senapati (1.1.2.1.1) 4. Abdurrahman Wahid (GUSDUR), terhitung sebagai keturunan ke-8 dari Ki Ageng Muhammad Besari (1.1.1.1.1.1.1.1.) 5. Megawati Sukarnoputri, puteri Presiden Pertama Sukarno, merupakan keturunan Sultan Hamengkubuwono II(1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.1) 6. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), putera dari Raden Soekotjo, beliau adalah keturunan dari Nyai Ageng Ibnu Umar bintiKi Ageng Muhammad Besari (1.1.1.1.1.1.1.1.) Giri Kedaton, Khilafah di bumi Nusantara Giri Kedaton lebih mirip sebuah “Kerajaan”, yang di dalam kehidupan kesehariannya diatur dengan menggunakan hukum Syariah Islam. Berada di daerah Gresik, Jawa Timur pada sekitar abad ke-15 sampai 17. Kerajaan ini pernah berjaya sebagai Pusat Khilafah Islam, yang pengaruhnya bahkan sampai menyebar ke daerah Maluku. Pesantren Giri Kedaton didirikan oleh Raden Paku (Sunan Giri), pada sekitar tahun 1487. Murid-murid Giri Kedatonberdatangan dari segala penjuru, bahkan dari Ternate, mereka berasal dari berbagai kalangan tidak hanya kalangan rakyat kecil, namun juga para pangeran dan bangsawan. Giri Kedaton mengalami puncak kejayaan di bawah kepemimpinan Sunan Prapen tahun 1548-1605, saat itu Giri tidak hanya sekadar sekolah, namun juga menjadi “kerajaan” yang memiliki kekuatan pemerintahan. Misalnya, Sunan Prapen dikisahkan menjadi pelantik Sultan Adiwijaya raja Pajang. Ia juga menjadi mediator pertemuan antaraSultan Adiwijaya dengan para bupati Jawa Timur tahun 1568. Dalam pertemuan itu, para bupati Jawa Timur sepakat mengakui kekuasaan Pajang sebagai kelanjutan Kesultanan Demak. Sunan Prapen juga menjadi juru damai peperangan antaraPanembahan Senopati (Mataram) dengan Jayalengkara (Bupati Surabaya tahun 1588). Tidak hanya itu, Sunan Prapen hampir selalu menjadi pelantik setiap ada raja Islam yang naik takhta di segenap penjuruNusantara (Sumber : wikipedia.org). Kehadiran Giri Kedaton, memberikan teladan bagi kita, bahwa penerapan syariah bukan hal yang baru di Nusantara, dan ternyata bisa bertahan selama 200 tahun. Adanya suara-suara yang menginginkan kembali diberlakukannya Syariah Islam, sesungguhnya sesuatu yang sangat wajar. Hal tersebut setidaknya disebabkan 2 faktor, yaitu Faktor Historis (merupakan kelanjutan dari Mudzakarah Ulama se-rumpun Melayu tahun 1650, Kunjungi : mengapa NEDERLAND disebut BELANDA?), dan juga disebabkan faktor rapuhnya sistem politik yang ada sekarang, seperti Kapitalis dan Komunis

Cerita Desa Segawe.

Sunday 17 March 2013
Desa Segawe adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Pagerwojo Kab. Tulungagung. Desa tersebut dinamakan Desa Segawe karena pada zaman dahulu di sekitar desa tersebut banyak sekali tumbuhan yang dinamakan pohon Segawe. Pohon Segawe adalah sebuah tanaman yang bisa tumbuh subur besar dan tingginya mencapai 20 sampai 30 meter. Bentuk daunnya bulat kecil dan kayunya keras serta buahnya bentuknya bulat dan berwarna merah. Namun demikian pada saat ini pohon segawe sudah jarang ditemukan dan tinggal beberapa pohon saja. Karena begitu banyaknya pohon segawe yang tumbuh disekitar daerah tersebut, maka pada zaman dahulu oleh kakek nenek moyang kita dinamakan Desa Segawe seperti pada saat sekarang ini.

Asal Usul Dusun Doropayung, Desa Doroampel

Dusun Doropayung, Desa Doroampel, Kec. Sumbergempol, Kab. Tulungagung adalah menurut cerita penduduk zaman dahulu ada sebuah tempat yang dikeramatkan penduduk. Tempat itu disebut dengan dayangan. Dayangan itu adalah kuburan dari seorang yang sangat tua bernama Mbah Mardiem. Mbah Mardiem adalah seseorang yang sangat dihormati dan disegani oleh masyarakat. Jadi kuburan Mbah Mardiem itu diatasnya diberi payung oleh penduduk setempat waktu itu. Beberapa hari kemudian setelah Mbah Mardiem dimakamkan. Di bawah payung yang ada di kuburan Mbah Mardiem tumbuh sebuah pohon yang bernama pohon Doro. Penduduk setempat tidak tahu kenapa tiba-tiba ada pohon Doro. Jadi nama dusun DOROPAYUNG diambil dari sebuah cerita. Doro yang berasal dari pohon yang tumbuh dibawah payung. Dan payung diambil dari payung yang berada di kuburan itu.

ASAL USUL DESA “WAUNG”

Dahulu di desa ini dilanda banjir. Banjir yang meresahkan penduduk tersebut. Sehingga waktu banjir itu berlangsung, penduduk menggunakan alat transformasi sederhana berupa perahu, yang setiap hari dipakai para penduduk untuk mencari nafkah. Selama banjir itu berlangsung, para penduduk sangat sulit mencari makan. Dulu pun para penduduk tidak makan dengan menggunakan nasi, tetapi hanya menggunakan umbi akar (ganyong). Hingga suatu hari persediaan makanan salah satu penduduk tersebut habis dan saat penduduk mencari bahan makanan. Penduduk tersebut menemukan daun yang bisa dimakan. Sekali memetik daun itu, setiap hari penduduk terus berbondong-bondong ingin memetik daun tersebut. Akhirnya karena desa itu belum mempunyai nama untuk daerahnya. Akhirnya para penduduk menggunakan nama daun tersebut untuk dijadikan sebagai nama desa. Akhirnya penduduk desa tersebut setuju menamakan desanya dengan nama Desa Waung.
Powered by Blogger.