Sejarah dan Asal – usul Desa Pelem Kec. Campurdarat

Monday 28 January 2013
Pelem Campurdarat Tulungagung Dahulu kala sebelum desa Pelem terbentuk pemerintahan desa, hanya merupakan suatu wilayah babatan. Dan yang membuka wilayah babatan tersebut adalah tiga orang dari kerajaan Mataran, yaitu : 1. Eyang Ibrahim, membuka wilayah bagian timur. 2. Eyang Tambakreso, membuka wilayah tengah 3. Eyang diposentono, membuka wilayah Barat. Setelah ketiga orang tersebut berhasil membuka wilayah babatan, maka lambat laung dibentuklah system pemerintahan. Namun Eyang Tambakreso yang ada diwilayah tengah tidak memikirkan masalah duniawi, maka wilayahnya digabungkan ( diserahkan ) kepada Eyang Diposentono yang ada di wilayah barat. Akhirnya terdapat wilayah pedukuhan yaitu Suberjo, Pelem, dan Tambak dengan pusat pemerintahan di Dukuh Pelem. Sedangkan wilayah timur yang dipegang oleh Eyang Ibrahim dengan wilayah pedukuhan yaitu, Jambu, Bangak, Jinggring dan Golong dengan pusat pemerintahan di Dukuh Jambu. Akhirnya kedua wilayah tersebut terbentuklah suatu pemerintahan desa yaitu : 1. Desa Pelem 2. Desa Bangak Sepeninggalan Eyang Diposentono Desa Pelem dipegang oleh Eyang Dipojono. Sedangkan sepeninggalan Eyang Ibrahim Desa Bangak dipegang oleh eyang Singodimedjo. Dan sepeningalan Eyang Dipojono Desa Pelem dipegang oleh Eyang Kucir. Sedangkan Desa Bangak seninggal eyang Singodimedjo dipegang oleh Eyang Sutomedjo. Dengan adanya anjuran dari pemerintah Belanda ( karena Indonesia masih dijajah Belanda ) untuk penggabungan beberapa desa menjadi satu desa. Dan salah satunya adalah Desa pelem dan Desa Bangak. Maka kemudian diadakanlah pemilihan dua pemegang kekuasaan wilayah desa tersebut yaitu Eyang Sutomedjo dan Eyang Kucir. Di dalam pemilihan pertama kalinya diadakan pemilihan yang unggul adalah Eyang sutomedjo, selanjutnya digabunglah dua desa tersebut menjadi satu. Setelah dua wilayah tersebut menjadi satu desa yaitu Desa Pelem, namun ada pengurangan dua wilayah pedukuhan yang ada dipegunungan yaitu dukuh Golong dan dukuh Jinggring yang selanjutnya digabungkan dengan Desa Pakisrejo. Akhirnya desa Pelem menjadi lima pedukuhan yaitu Dukuh Sumberjo, Dukuh Pelem, Dukuh Tambak, Dukuh Jambu, dan Dukuh Bangak hingga sekarang.

ASAL USUL DESA JABON Kec. Ngunut Tulungagung

Asal- usul desa Jabon di mulai dari prajurit Kerajaan Islam Mataram yang melarikan diri karena terjadi pemberontakan antara Trunojoyo 1674-1679, untung Suropati 1683-1706 pemberontakan Cina pada tahun 1704-1748 dan akhirnya kerajaan Mataram runtuh pada tahun 1813 dan akhirnya satu demi satu prajurit Mataram melarikan diri dari Kerajaan Mataram salah satunya Mbah Dhipo yang melarikan diri ke hutan dan membabat (menabang) hutan tersebut menjadi pekarangan di hutan tersebut terdapat banyak pohon JABON. Kejadian pembuatan perkarangan tersebut pada tahun 1818 hingga sekarang. Hingga sekarang pohon JABON tersebut masih kita temukan walaupun tidak sebanyak dahulu.

Cuplikan Sejarah Wajak Lor

Pertama : 1. Surontani / Aryo Kesumo 2. Demang Surodongso 3. Juru Taman Ketiga orang dan kawan-kawannya berasal dari Mataram / Punggowo Panembahan Senopati. Surontani dan kawan-kawan minta izin kepada Gusti kanjeng Sinuwun Senopati di Mataram mohon diberi bumi kamerdikan. Gusti Kanjeng Sinuwun Senopati mengizinkan supaya Surontani dan kawan-kawannya pergi ke arah timur disuruh babat alas Wetan. Berangkatnya dari Mataram di daerah Trenggalek, yang dinamakan gunung Bubuk. Disitu dibegal orang-orang dari Ponorogo, yang bernama : 1. Mendunggelo. 2. Sabuk Alu. 3. Moyoketen. Begal tiga orang akhirnya perang. Didalam peperangan itu begalnya kalah, dan terus diajak pergi ke alas bang Wetan, yang tujuannya diajak babat alas, atas perintah dari Kanjeng Sinuwun Senopati Mataram. Kedatangan Surontani dan rombongannya disitu terus bekerja babat alas, sesudah selesai dinamakan : KETMENGGUNGAN WAJAK. Tumenggung Surontani Ke 1 / Aryo Kesumo mempunyai anak tiga, yang bernama : 1. Roro Kaum. 2. Citro Condo. 3. Citro Nolo. Ketiga anak dari Tumenggung Surontani ke 1 sampai sekarang belum dikenal nama isterinya. Roro Kaum kawin dengan orang bernama Nilo Suwarno, anak dari Aryo Blitar, yang bertempat di Desa Aryo Jeding, Kecamatan Rejotangan. Roro Kaum mempunyai satu anak yang bernama Roro Pilang. Atas perjuangan Nilo Suwarno kepada mertuanya, ketika Surontani di penjara di Mataram, kesalahan kepada Gusti Kanjeng Sinuwun Senopati. Seketika itu tiba-tiba ada kerbau edan di Keraton Mataram. Panembahan Senopati berkata kepada Surontani, kalau Surontani dapat memegang kerbau edan yang berada di mataram atau dapat membunuh, maka akan saya keluarkan dari penjara. Surontani matak aji pameling kepada menantunya, Nilo Suwarno. Akhirnya Nilo Suwarno datang, seketika Nilo Suwarno datang dan dapat membunuh kerbau edan yang mengamuk di Mataram. Surontani bisa keluar dari penjara atas perjuangan menantunya. Nilo Suwarno seketika disuruh mengganti kedudukan mertuanya menjadi Adipati yang bernama R. Nilo Suwarno, bergelar Pangeran Kerto Kesuma yang kemudian disebut Surontani ke II, akibat pergantian anak mantu maka anak Surontani yang laki-laki bernama Citro Gondo dan Citro Nolo menyesal hatinya, karena menantunya diangkat menjadi adipati. Kedua-duanya pergi tanpa izin kepada orang tuanya. Akhirnya Citro Bondo pergi ke arah selatan dan disebut Desa Wajak / Gamping, Citro Nolo pergi ke arah Timur disebut Desa Wajak / Malang. Peresmian Adipati Nilo Suwarno / Surontani ke II yang gelarnya Pangeran Kerto Kesumo, mendatangkan Gusti Kanjeng Sinuwun Senopati Mataram. Pesta besar-besaran mengadakan kesenian Tajub dan Tiban. Sampai sekarang setiap tahun atau bulan Suro diadakan kesenian Tiban. Panembahan Senopati ketika menghadiri / meresmikan Adipati Baru, disitu Panembahan Senopati jatuh cinta kepada Roro Pilang. Percintaan Panembahan Senopati dan Roro Pilang, akhirnya Roro Pilang hamil. Kehamilan Roro Pilang akhirnya diketahui oleh orang tuanya yaitu Adipati Surontani. Roro Pilang ditanya siapa yang telah menghamilinya. Roro pilang menjawab pertanyaan orang tuanya dan mengaku bahwa Panembahan Senopatilah yang telah menghamili dirinya. Adipati Suraontani marah-marah dengan memerintahkan kepda prajuritnya dikerahkan ke Mataram, sampai kejadian perangnya antara Wajak dan mataram. Roro Pilang disuruh menuntut kepada Panembahan Senopati. Karena dimarahi oleh orang tuanya kemudian Roro Pilang lari dan pergi meninggalkan Katemenggungan Wajak. Larinya Roro Pilang, tiba-tiba bertemu dengan dua orang begal yang bernama Suro Srntono dan adiknya.Roro Pilang yang sudah hamil 9 bulan diperkosa atau diminta barang-barang yang dipakainya. Roro Pilang menangis dan merengek-rengek. Akhirnya di tempat tersebut akhirnya Roro Pilang melahirkan. Tiba-tiba ada ular yang sangat besar datang didekat Roro Pilang, dua orang begal tersebut seketika terkejut akan hadirnya ular besar tersebut. Dan kemudian dua orang begal tersebut mati dibunuh oleh ular besar. Begal yang bernama Suro Sentono mati, sampai sekarang dinamakan Dukuh Setono Bendo yang bertempat di desa Beji.Setelah ular yang sangat besar tersebut membunuh begal itu, kemudian anak Roro Pilang dimakan oleh ular tersebut. Roro Pilang menangis sejadi-jadinya bagaimana supaya anaknya dikembalikan. Ular besar tersebut berkata kepada Roro Pilang supaya jangan takut, karena akan Roro Pilang dijadikan pusaka dan kemudian memperlihatkan sebuah bukti agar Roro Pilang percaya yakni Tombak Kyai Upas. Yang besuk sampai turun temurun merupakan pusaka daerah. Pusaka Tombak Kyai Upas sampai sekrang masih tersimpan di Pendopo Kabupaten Tulungagung. Sedangkan di Desa Wajak sendiri ada jimat untuk menolong bagi siapa yang terkena gigitan binatang yang memounyai upas/bisa/racun yang dinamakan Batu Soleman, sampai sekrang batu tersebut tetap berada di penduduk Desa Wajak Lor. Karena situasi dan kondisi alam yang selalu banjir dan perubahan Katemenggungan manjadi Kadipaten, kemudian dipindah ke Cuwiri Kalangbret.

JASA – JASA KYAI ABU MANSUR TERHADAP KADIPATEN NGROWO

Sunday 27 January 2013
1. Telah berdakwah di Kadipaten Ngrowo khusunya Tawangsari, Majan, Winong. Kedesa tersebut sejak dahulu hingga sekarang dikenal sebagai daerah santri, peninggalan beliau berupa masjid Tawangsari, Winong, Majan. Sebenarnya di Tawangsari dahulu ada Pondok Pesantren yang diasuh oleh Kyai Abu Mansur, tetapi keberadaannya tidak ada yang melanjutkan dan sekarang tidak adalagi. 2. Beliau melatih ilmu kanuragan kepada masyarakat Tawangsari. Di tahun 60-an desa tersebut terkenal pencaksilatnya. 3. Didalam buku“BABAT SEJARAH TULUNGAGUNG”, ketika Kadipaten Ngrowo hendak membangun alon-alon beliau ikutan didalam pembangunan tersebut, dahulu tempat itu berupa rawa-rawa, dan air sulit di bending atas jasa Kyai Abu Mansur air dapat dihentikan dan menjadi alon-alon sekarang. 4. Berhasil menanamkan jiwa nasional, pada ketiga desa tersebut. Rasa nasionalisme dilandasi oleh semangat ajaran islam.
Powered by Blogger.