SEJARAH KABUPATEN NGROWO

Sunday 22 September 2013
1. DARI PANJANG – MATARAM Setelah runtuhnya kerajaan Majapahit, kraton bergeser pindah ke Demak, Panjang dan Mataram. Hanya saja penerus / generasi setelah majapahit ini beragama islam serta mendapat dukungan penuh dari para dewan Walisonggo, namun kondisi di pulau Jawa saat itu kacau balau bahkan diibaratkan pulau Jawa bermandikan darah. Perubahan atas runtuhnya Majapahit itu menjadikan pemerintah tak berpusat, akhirnya praktis tersebar baik dikadipaten-kadipaten bahkan sampai ke Desa –Desa, perang terus menerus terjadi untuk memperebutkan penguasa tunggal, kurang lebih dalam satu abad, jawa di kungkung oleh pemerintah terror yang berpolakan menghalalkan segala cara, sebagaimana nanti terjadi tragedi Mangir Wonoboyo dibunuh di pasewahan agung Kraton Mataram oleh mertuanya sendiri Panembahan Senopati, sampai pada masa akhir Kerajaan Pajang pun daerah Tulungagung masih berada di luar kekuasaan. Sumber-sumber sejarah yang ditulis sekitar 80 tahun kemudian atau + pada tahun 1650 M menyatakan bahwa pajang saat itu meliputi : 1. Daerah Pajang 2. Daerah pesisir utara Jawa 3. Daerah pesisir barat yang meliputi : - Banten - Jayakarta - Cirebon 4. Daerah mancanegara bang wetan Sumber lain mengatakan bahwa kekuasaan Pajang meliputi delapan daerah dan daerah-daerah itu dapat dikatakan merdeka dan terpisah-pisah / mungkin yang dimaksud adalah otonomi. Delapan daerah itu adalah :
a. Banten b. Jayakarta c. Cirebon d. Prawata e. Kalinyamat f. Pajang g. Kedu h. Madura Jadi berdasarkan pemberitaan tersebut teryata daerah Tulungagung dan sekitarnya seperti Blitar, Kediri memang benar-benar berada diluar pusat kekuasaan, maka dapat kita simpulkan bahwa sepanjang periode pemerintahan Pajang, Tulungagung tidak tersentuh tatanan dan pemerintahan pusat manapun, demikian juga pada masa pemerintahan Demak Bintoro. Kemudian pada tahun 1575 M, Mataram mulai bangun setelah daerah itu secara resmi oleh Sultan pajang diserahkan pada Ki Ageng Pemanahan sebagai anugerah dalam mengalahkan Adipati Jipang atau Aryo Panangsang. Pusat Kerajaan Mataram ada di Plered dimana pada tahun 1578 didirikan keraton, dan enam tahun kemudian Ki Ageng Mataram/Ki Ageng Pemanahan meninggal dan diganti oleh panembahan Senopati (1587 - 1601). Panembahan Senopati melakukan pengembaraan dengan mengunjungi kraton Nyai Ratu Kidul, ratu di segara kidul disitu didapatkan fakta kepercayaan dalam kebudayaan kajawen bahwa pulung adalah lambang dari otoritas kharismatis yang senantiasa menjadi dasar kekuasaan bagi seorang raja baru ataupun seorang yang bertindak sebagai ratu adil. Prinsip otoritas inilah menjadi dasar legitimasi bahwa Senopati berhak menjadi raja Mataram, adapun hubungannya dengan Nyai Ratu Kidul dapat ditafsirkan sebagai dwi tunggal daratan dan lautan atau sebagai prinsip kerajaan rangkap, ada prinsip laki-laki dan prinsip perempuan. Menurut babad, Senopati banyak bertapa, konon di Lipuro diterimanya pulung dalam bentuk bintang yang turun kepadanya dan terdengar suara bahwa Senopati dan keturunannya akan menjadi raja-raja di Jawa. Demikianlah perebutan hegemoni antara Pajang dan Mataram, setelah tiga tahun berturut-turut Senopati menolak untuk pergi ke kraton Pajang, akhirnya Sultan Pajang memutuskan untuk menundukkan Senopati. Pertempuran terjadi di Prambanan, Sultan Pajang terpaksa melarikan diri ke Tembayat dan pasukannya cerai berai dikejar oleh tentara mataram dan menurut babad, Sultan Pajang kemudian meninggal dunia karena diserang oleh roh halus Ki Juru Taman. Sejak dari awal hubungan antara Mataram dengan Pajang sudah bersifat antagonistis, dalam perkataan lain Mataram memang tidak terlalu peduli dan menghiraukan otoritas Pajang walaupun asal-usul dan cikal bakalnya adalah dari Pajang.

0 comments:

Powered by Blogger.